Menuju Jamaatul Muslimin

Tuesday 16 June 2009

MENUJU JAMAATUL MUSLIMIN
(HUSSAIN BIN MUHAMMAD BIN ALI JABIR, MA)


Di dalam al mu’jam al wasith, jama’ah diartikan dengan “ Sejumlah besar manusia ”, atau “ sekelompok manusia yang berhimpun untuk mencapai tujuan yang sama. “. Jadi Jama’atul muslimin adalah jama’ah ahlul aqdi wal hilli apabila menyepakati seoramg khalifah umat, , dan umat pun mengikuti mereka. Atas landasan inilah kerangka dasar bagi jama’atul muslimin dibangun, sama seperti satu umat yang darinya lahir Majlis Syura, dan dari majlis ini kemudian terpelih seorang khilafah bagi kaum muslimin. Tidak ada bedanya, apabila jama’ah itu dimaksud sebagai masyarakat umum dari penganut islam, ataupun para penganut islam apabila bersepakat atas suatu perkara. Jamaatul muslimin mempunyai kedudukan yang mulia dan luhur dalam syari’at islam. Ia merupakan ikatan yang kokoh yang bila ia hancur akan hancur pula ikatan- ikatan islam lainya, pasif hukum- hukumnya, hilang syi’ar- syi’arnya, dan berpecah- belah umat seperti buih dilautan. Umar bin khattab berkata “ Wahai masyarakat arab, tidak ada islam kecuali dengan jama’ah, tidak ada jama’ah kecuali dengan kepemimpinan, dan tidak ada kepemimpinan kecuali dengan ketaatan “
Terdapat empat tujuan khusus jama’atul Muslimin, yaitu:
1. Pembentukan pribadi-pribadi Muslim (binaa’al-fard al-muslim)
2. Pembentukan rumah tangga Muslim (binaa’al-usrah-al-Muslimah)
3. Pembentukan masyarakat Muslim (binaa’al-mujtama’al-Muslim)
4. Penyatuan umat Muslim (Tauhid al-ummah al-Islamiyah)
Adapun tujuan umum Jama’atul Muslimin, yaitu :
1. Agar seluruh manusia mengabdi kepada Rabb Nya yang Maha Esa
2. Agar senantiasa memerintahkan yang ma’ruf dan mencegah dari yang mungkar
3. Agar menyampaikan dakwah Islam kepada segenap umat Manusia
4. Agar menghapuskan fitnah dari segenap muka bumi
5. Agar memerangi segenap umat Manusia sehingga mereka bersaksi dengan persaksian yang benar (Syahadatain)

Pemerintah islam secara umum dalam bentuk jamaatul muslimin tidak ada di dunia dewasa ini. Mewudkannya adalah Fardhu’ain bagi umat islam seluruhnya sampai ia tegak. Ia merupakan tuntutan zaman sehingga Negara tersebut tegak. Mengingat sebuah kaedah yang mengatakan sesuatu yang tidak akan sempurna suatu kewajiban kecuali dengannya, maka sesuatu itu menjadi wajib. Keruntuhan islam dengan ditandai dengan hilangnya system khalifah didunia islam menjadikn pukulan politik tersenduru terhadap muslimin. Dunia islam ibarat kebun yang penuh tanaman yang subur dan bunga- bunga indah tetapi tanpa pegar pelindung dan penjaga kebun yang bertanggung jawab. Kondisi ini sesuai dengan yang di isyaratkan Rasulullah saw “ kamu sekian akan dikerumuni (dijarah beramai- ramai) oleh umat- umat seperti halnya santapan dikerumuni orang- orang lapar. Karena kamu semua ibarat buih, jumlahnya banyak tetapi tidak memiliki kualitas. Kondisi politik dan peradaban pasca kejatuhan khalifah inilah yang menyababkan muslimin berada pada priode yang terpuruk. Sabda Rasulullah yang meceritakan perjalanan sejarah umat. Pertama, priode Nubuwah (Masa Rasulullah), Kedua, priode Khilafah atas Manhaj Nubuwah, yaitu masa Khulafaur Rasyidin yang berlangsung kira- kira 30 thun. Ketiga, priode Mulkam ‘Adhon (Para Raja atau Penguasa zalim, meski system pemerintahanya secara formal berlandasan islam). Ke-Empat priode Mulkam Jabarriyah ( para raja- raja yang sekuler), terakhir kembali keawal islam (Khilafah ‘ala Manhaj Nubuwah ) tetapi bukan masa kenabian karena kenabian telah berakhir.
Kemerosotan peranan politik dan peradaban islam tidaklah menyebabkan hilangnya system ajaran islam sebagai suatu sistem nilai (velue system) yang telah merusak pada kalbu muslimin, dan bahkan memberikan rembesan tumbuhnya emberio peradaban barat modern. Banyak warisan kebudayaan islam yang diambil alih dan diklaim sebagai milik barat. Sebagai system ajaran, islam tetap menjadi alternative satu- satunya bagi manusia yang ingin selamat dunia maupun akhirat. Islam juga akan tetap menjadi satu- satunya alternative peradaban modern manusia, pada hari ini dan hari depan. Keoptimisan dikalangan umat islam tentang kebangkitan islam, bukanlah optimisme tanpa alasan, potensi syari’ah islam itu sendiri sebagai warisan kemanusiaan yang diberikan oleh Allah swt. Tidak ada satu agama pun di dunia ini yang masih terpelihara orisinalitasnya (Asholah) kecuali islam. Potensi penduduk muslim yang berjumlah kurang lebih satu seperempat milyar jiwa. Potensi sumber- sumber kekayaan yang melimpah di negeri- negeri muslim. Potensi warisan sejarah islam pada masa lampau telah berjaya memegang kendali peradaban 7 abad lebih.

Dalam Bagian kedua, ath-Thariq ila Jama’atul Muslimin (Jalan Menuju Jama’atul Muslimin). Diawali dengan bahasan mengenai al-ahkam al-Islamiyah (Hukum-hukum Islam). Ajaran Islam bersifat syamil-kamil-mutakamil (menyeluruh, sempurna, dan saling menyempurnakan). Sedangkan Muslim memiliki al-qudrah al-juz’iyyah al-mahdudah (kemampuan sektoral dan terbatas). Harus ada suatu upaya ‘amal jama’i agar kesempurnaan Islam dapat terealisasi dalam kehidupan kolektif kaum Muslimin. Sedangkan kehidupan amal jama’i tidak akan mungkin terwujudkan dengan sempurna kecuali setelah terbentuknya sebuah tatanan dakwah yang memadai. Bahasan selanjutnya, masih pada bagian kedua dengan menguraikan ‘Langkah Pertama Rasulullah saw dalam Membina Jamaah’. Kemudian membahas Rambu-rambu dari sirah Nabi dalam Menegakkan Jama’ah yang berisi enam karakteristik pokok sebuah jamaah antara lain:
1. Nasyr mabaadi’ ad-da’wah (menyebarkan prinsip-prinsip dakwah)
2. At-takwin ‘alaa ad-da’wah (Pembentukan Dakwah)
3. Al-mujabahah al-Musallahah (konfrontasi bersenjata)
4. Al-sirriyah fi binaa’al-jama’ah (sirriyah dalam membina jama’ah)
5. Ash-shabru’ala al-adza (bersabar atas gangguan musuh)
6. Al-Ib’aad ‘an saahah al-ma’rakah (menghindari medan pertempuran)
Kemudian bagian dua ditutup dengan membahas Tabi’at Jalan Menuju Jama’atul Muslim. Di dalam bahasan ketiga, penulis membahas bab berjudul al-jama’ah al-Islamiyah al-‘Amilah fii Haql ad-Da’wah al-Islamiyyah (beberapa Jamaah Islam di Medan Dakwah). Penulis mengawali pembahasan dengan kondisi ‘Amal Islami setelah Jatuhnya Khilafah Utsmaniyah . Penulis mengambil empat Jamaah sebagai sampel pembahasan. Masing-masing mewakili kecenderungan berbeda. Pertama, Jamaah Anshor as-Sunnah al-Muhammadiyah, berdiri dan berkembang di Mesir. Mewakili gerakan dakwah yang berorientasi pada seruan sosial dan ilmu pengetahuan (ijtimaiyyah wa ats-tsaqofah). Sering pula di sebut jamaah Salafi. Kedua, Jamaah Tabligh, lahir di India. Jamaah ini berorientasi pada seruan sufiyyah. Ketiga, Jama’ah Hizb at-Tahrir yang lahir dan bermula di Yordania. Jamaah ini berorientasi pada seruan Politik (as-siyasi). Keempat, Jamaah al-Ikhwan al-Muslimin, didirikan di Mesir. Jamaah ini memiliki karakteristik Syamil (Menyeluruh). Tidak hanya aspek sosial dan ilmu pengetahuan semata, melainkan aspek sufiyyah dan aspek siasiyyah, bahkan juga meliputi aspek harakiyyah dan jihadiyyah (pergerakan dan Jihad).
MENUJU JAMAATUL MUSLIMIN
(HUSSAIN BIN MUHAMMAD BIN ALI JABIR, MA)


Di dalam al mu’jam al wasith, jama’ah diartikan dengan “ Sejumlah besar manusia ”, atau “ sekelompok manusia yang berhimpun untuk mencapai tujuan yang sama. “. Jadi Jama’atul muslimin adalah jama’ah ahlul aqdi wal hilli apabila menyepakati seoramg khalifah umat, , dan umat pun mengikuti mereka. Atas landasan inilah kerangka dasar bagi jama’atul muslimin dibangun, sama seperti satu umat yang darinya lahir Majlis Syura, dan dari majlis ini kemudian terpelih seorang khilafah bagi kaum muslimin. Tidak ada bedanya, apabila jama’ah itu dimaksud sebagai masyarakat umum dari penganut islam, ataupun para penganut islam apabila bersepakat atas suatu perkara. Jamaatul muslimin mempunyai kedudukan yang mulia dan luhur dalam syari’at islam. Ia merupakan ikatan yang kokoh yang bila ia hancur akan hancur pula ikatan- ikatan islam lainya, pasif hukum- hukumnya, hilang syi’ar- syi’arnya, dan berpecah- belah umat seperti buih dilautan. Umar bin khattab berkata “ Wahai masyarakat arab, tidak ada islam kecuali dengan jama’ah, tidak ada jama’ah kecuali dengan kepemimpinan, dan tidak ada kepemimpinan kecuali dengan ketaatan “
Terdapat empat tujuan khusus jama’atul Muslimin, yaitu:
1. Pembentukan pribadi-pribadi Muslim (binaa’al-fard al-muslim)
2. Pembentukan rumah tangga Muslim (binaa’al-usrah-al-Muslimah)
3. Pembentukan masyarakat Muslim (binaa’al-mujtama’al-Muslim)
4. Penyatuan umat Muslim (Tauhid al-ummah al-Islamiyah)
Adapun tujuan umum Jama’atul Muslimin, yaitu :
1. Agar seluruh manusia mengabdi kepada Rabb Nya yang Maha Esa
2. Agar senantiasa memerintahkan yang ma’ruf dan mencegah dari yang mungkar
3. Agar menyampaikan dakwah Islam kepada segenap umat Manusia
4. Agar menghapuskan fitnah dari segenap muka bumi
5. Agar memerangi segenap umat Manusia sehingga mereka bersaksi dengan persaksian yang benar (Syahadatain)

Pemerintah islam secara umum dalam bentuk jamaatul muslimin tidak ada di dunia dewasa ini. Mewudkannya adalah Fardhu’ain bagi umat islam seluruhnya sampai ia tegak. Ia merupakan tuntutan zaman sehingga Negara tersebut tegak. Mengingat sebuah kaedah yang mengatakan sesuatu yang tidak akan sempurna suatu kewajiban kecuali dengannya, maka sesuatu itu menjadi wajib. Keruntuhan islam dengan ditandai dengan hilangnya system khalifah didunia islam menjadikn pukulan politik tersenduru terhadap muslimin. Dunia islam ibarat kebun yang penuh tanaman yang subur dan bunga- bunga indah tetapi tanpa pegar pelindung dan penjaga kebun yang bertanggung jawab. Kondisi ini sesuai dengan yang di isyaratkan Rasulullah saw “ kamu sekian akan dikerumuni (dijarah beramai- ramai) oleh umat- umat seperti halnya santapan dikerumuni orang- orang lapar. Karena kamu semua ibarat buih, jumlahnya banyak tetapi tidak memiliki kualitas. Kondisi politik dan peradaban pasca kejatuhan khalifah inilah yang menyababkan muslimin berada pada priode yang terpuruk. Sabda Rasulullah yang meceritakan perjalanan sejarah umat. Pertama, priode Nubuwah (Masa Rasulullah), Kedua, priode Khilafah atas Manhaj Nubuwah, yaitu masa Khulafaur Rasyidin yang berlangsung kira- kira 30 thun. Ketiga, priode Mulkam ‘Adhon (Para Raja atau Penguasa zalim, meski system pemerintahanya secara formal berlandasan islam). Ke-Empat priode Mulkam Jabarriyah ( para raja- raja yang sekuler), terakhir kembali keawal islam (Khilafah ‘ala Manhaj Nubuwah ) tetapi bukan masa kenabian karena kenabian telah berakhir.
Kemerosotan peranan politik dan peradaban islam tidaklah menyebabkan hilangnya system ajaran islam sebagai suatu sistem nilai (velue system) yang telah merusak pada kalbu muslimin, dan bahkan memberikan rembesan tumbuhnya emberio peradaban barat modern. Banyak warisan kebudayaan islam yang diambil alih dan diklaim sebagai milik barat. Sebagai system ajaran, islam tetap menjadi alternative satu- satunya bagi manusia yang ingin selamat dunia maupun akhirat. Islam juga akan tetap menjadi satu- satunya alternative peradaban modern manusia, pada hari ini dan hari depan. Keoptimisan dikalangan umat islam tentang kebangkitan islam, bukanlah optimisme tanpa alasan, potensi syari’ah islam itu sendiri sebagai warisan kemanusiaan yang diberikan oleh Allah swt. Tidak ada satu agama pun di dunia ini yang masih terpelihara orisinalitasnya (Asholah) kecuali islam. Potensi penduduk muslim yang berjumlah kurang lebih satu seperempat milyar jiwa. Potensi sumber- sumber kekayaan yang melimpah di negeri- negeri muslim. Potensi warisan sejarah islam pada masa lampau telah berjaya memegang kendali peradaban 7 abad lebih.

Dalam Bagian kedua, ath-Thariq ila Jama’atul Muslimin (Jalan Menuju Jama’atul Muslimin). Diawali dengan bahasan mengenai al-ahkam al-Islamiyah (Hukum-hukum Islam). Ajaran Islam bersifat syamil-kamil-mutakamil (menyeluruh, sempurna, dan saling menyempurnakan). Sedangkan Muslim memiliki al-qudrah al-juz’iyyah al-mahdudah (kemampuan sektoral dan terbatas). Harus ada suatu upaya ‘amal jama’i agar kesempurnaan Islam dapat terealisasi dalam kehidupan kolektif kaum Muslimin. Sedangkan kehidupan amal jama’i tidak akan mungkin terwujudkan dengan sempurna kecuali setelah terbentuknya sebuah tatanan dakwah yang memadai. Bahasan selanjutnya, masih pada bagian kedua dengan menguraikan ‘Langkah Pertama Rasulullah saw dalam Membina Jamaah’. Kemudian membahas Rambu-rambu dari sirah Nabi dalam Menegakkan Jama’ah yang berisi enam karakteristik pokok sebuah jamaah antara lain:
1. Nasyr mabaadi’ ad-da’wah (menyebarkan prinsip-prinsip dakwah)
2. At-takwin ‘alaa ad-da’wah (Pembentukan Dakwah)
3. Al-mujabahah al-Musallahah (konfrontasi bersenjata)
4. Al-sirriyah fi binaa’al-jama’ah (sirriyah dalam membina jama’ah)
5. Ash-shabru’ala al-adza (bersabar atas gangguan musuh)
6. Al-Ib’aad ‘an saahah al-ma’rakah (menghindari medan pertempuran)
Kemudian bagian dua ditutup dengan membahas Tabi’at Jalan Menuju Jama’atul Muslim. Di dalam bahasan ketiga, penulis membahas bab berjudul al-jama’ah al-Islamiyah al-‘Amilah fii Haql ad-Da’wah al-Islamiyyah (beberapa Jamaah Islam di Medan Dakwah). Penulis mengawali pembahasan dengan kondisi ‘Amal Islami setelah Jatuhnya Khilafah Utsmaniyah . Penulis mengambil empat Jamaah sebagai sampel pembahasan. Masing-masing mewakili kecenderungan berbeda. Pertama, Jamaah Anshor as-Sunnah al-Muhammadiyah, berdiri dan berkembang di Mesir. Mewakili gerakan dakwah yang berorientasi pada seruan sosial dan ilmu pengetahuan (ijtimaiyyah wa ats-tsaqofah). Sering pula di sebut jamaah Salafi. Kedua, Jamaah Tabligh, lahir di India. Jamaah ini berorientasi pada seruan sufiyyah. Ketiga, Jama’ah Hizb at-Tahrir yang lahir dan bermula di Yordania. Jamaah ini berorientasi pada seruan Politik (as-siyasi). Keempat, Jamaah al-Ikhwan al-Muslimin, didirikan di Mesir. Jamaah ini memiliki karakteristik Syamil (Menyeluruh). Tidak hanya aspek sosial dan ilmu pengetahuan semata, melainkan aspek sufiyyah dan aspek siasiyyah, bahkan juga meliputi aspek harakiyyah dan jihadiyyah (pergerakan dan Jihad).

Posted by Hasriadi Hasan at 01:14  

0 comments:

Post a Comment