MEMBANGUN PONDASI UMAT

Tuesday 30 June 2009

إِنَّ اللَّهَ يَأْمُرُ بِالْعَدْلِ وَالْإِحْسَانِ وَإِيتَاءِ ذِي الْقُرْبَى وَيَنْهَى عَنِ الْفَحْشَاءِ وَالْمُنْكَرِ وَالْبَغْيِ يَعِظُكُمْ لَعَلَّكُمْ تَذَكَّرُونَ (90) وَأَوْفُوا بِعَهْدِ اللَّهِ إِذَا عَاهَدْتُمْ وَلَا تَنْقُضُوا الْأَيْمَانَ بَعْدَ تَوْكِيدِهَا وَقَدْ جَعَلْتُمُ اللَّهَ عَلَيْكُمْ كَفِيلًا إِنَّ اللَّهَ يَعْلَمُ مَا تَفْعَلُونَ (91) وَلَا تَكُونُوا كَالَّتِي نَقَضَتْ غَزْلَهَا مِنْ بَعْدِ قُوَّةٍ أَنْكَاثًا تَتَّخِذُونَ أَيْمَانَكُمْ دَخَلًا بَيْنَكُمْ أَنْ تَكُونَ أُمَّةٌ هِيَ أَرْبَى مِنْ أُمَّةٍ إِنَّمَا يَبْلُوكُمُ اللَّهُ بِهِ وَلَيُبَيِّنَنَّ لَكُمْ يَوْمَ الْقِيَامَةِ مَا كُنْتُمْ فِيهِ تَخْتَلِفُونَ (92) وَلَوْ شَاءَ اللَّهُ لَجَعَلَكُمْ أُمَّةً وَاحِدَةً وَلَكِنْ يُضِلُّ مَنْ يَشَاءُ وَيَهْدِي مَنْ يَشَاءُ وَلَتُسْأَلُنَّ عَمَّا كُنْتُمْ تَعْمَلُونَ (93)
“Sesungguhnya Allah menyuruh (kamu) berlaku adil dan berbuat kebajikan, memberi kepada kaum kerabat, dan Allah melarang dari perbuatan keji, kemungkaran dan permusuhan. Dia memberi pengajaran kepadamu agar kamu dapat mengambil pelajaran (90) Dan tepatilah perjanjian dengan Allah apabila kamu berjanji dan janganlah kamu membatalkan sumpah-sumpah (mu) itu, sesudah meneguhkannya, sedang kamu telah menjadikan Allah sebagai saksimu (terhadap sumpah-sumpah itu). Sesungguhnya Allah mengetahui apa yang kamu perbuat (91) Dan janganlah kamu seperti seorang perempuan yang menguraikan benangnya yang sudah dipintal dengan kuat, menjadi cerai berai kembali, kamu menjadikan sumpah (perjanjian) mu sebagai alat penipu di antaramu, disebabkan adanya satu golongan yang lebih banyak jumlahnya dari golongan yang lain. Sesungguhnya Allah hanya menguji kamu dengan hal itu. Dan sesungguhnya di hari kiamat akan dijelaskan-Nya kepadamu apa yang dahulu kamu perselisihkan itu (92) Dan kalau Allah menghendaki, niscaya Dia menjadikan kamu satu umat (saja), tetapi Allah menyesatkan siapa yang dikehendaki-Nya dan memberi petunjuk kepada siapa yang dikehendaki-Nya. Dan sesungguhnya kamu akan ditanya tentang apa yang telah kamu kerjakan.” (Annahl / 16 : 90-93)
Kitab ini datang untuk membangun suatu umat dan mengatur masyarakat, juga untuk mewujudkan satu dunia dan menegakkan satu sistem. Ia datang sebagai panggilan universal humanis, tanpa ada fanatisme di dalamnya terhadap satu kabilah atau umat atau ras. Akidah semata yang menjadi tali perekat dan fanatisme.
Dari sini, Kitab ini datang membawa prinsip-prinsip yang menjamin rekatnya komunitas, ketentraman individu, umat, dan bangsa, serta kepercayaan pada hubungan sosial, janji, dan perjanjian.
Ia datang membawa “keadilan” yang menjamin setiap individu, setiap komunitas, dan setiap kaum memperoleh aturan main bagi interaksi yang kuat, tidak mengikuti hawa nafsu, tidak terpengaruh rasa senang atau benci, dan tidak terpengaruh oleh hubungan kerabat, kaya dan miskin, kuat dan lemah. Ia berjalan pada jalurnya, mengukur dengan satu ukuran dan menimbang dengan satu kriteria untuk semua (bukan dengan standar ganda).
Di sisi lain, Kitab ini juga membawa kebaikan. Ia memperhalus tajamnya keadilan, dan memberi jalan bagi orang yang ingin bertoleransi dan merelakan sebagian haknya demi mementingkan simpati di hati dan demi mengobati rasa dengki dalam dada. Ia juga memberi jalan bagi orang yang ingin meraih sesuatu yang lebih tinggi daripada keadilan yang wajib baginya, untuk mengorbati luka atau mencari keutamaan.
Kebaikan itu sangat luas maknanya. Setiap perbuatan positif adalah kebaikan, dan perintah berbuat baik itu mencakup semua perbuatan dan interaksi. Ia juga mencakup seluruh ranah kehidupan dalam hubungan seorang hamba dengan Tuhannya, hubungannya dengan keluarganya, dengan komunitasnya, dan dengan seluruh umat manusia. (Sebagian ulama tafsir mengatakan bahwa menjalankan keadilan itu hukumnya wajib, dan berbuat baik itu hukumnya sunnah dalam perkara ibadah secara khusus. Pendapat ini bersandar pada realita bahwa ayat ini adalah makkiyyah, dimana syari’at belum diturunkan. Tetapi, generalitas lafazh menunjukkan bahwa menjalankan keadilan dan kebaikan dimaksud itu bersifat mutlak. Apalagi karena keadilan dan kebaikan merupakan dua prinsip umum dari sisi moral, bukan sekedar aturan perundang-undangan)
Di antara bentuk kebaikan adalah “memberi kepada kerabat dekat”. Perintah memberi kepada kerabat dekat ditampilkan di sini untuk mengagungkan kedudukannya dan untuk menegaskan perkaranya. Perintah ini tidak berdiri pada fanatisme keluarga, melainkan pada prinsip solidaritas yang diajarkan Islam secara bertahap dari lingkungan pribadi kepada lingkungan umum, sesuai persepsi organiasional Islam terhadap solidaritas.
“Dan Allah melarang dari perbuatan keji, kemungkaran dan permusuhan..” Kata al-fakhsya’ secara epistimologis berarti setiap perkara yang melampaui batas. Termasuk perkara yang melampaui batas adalah yang menjadi konotasi umum kata ini, yaitu perbuatan melampaui batas yang merusak kehormatan (zina). Karena zina merupakan perbuatan keji yang melampaui batas, sehingga kata ini dikhususkan untuk makna tersebut. Kata al-munkar berarti setiap perbuatan yang tidak dikenal fitrah, dan karena itu tidak ditolak oleh syari’at yang didasarkan pada fitrah. Terkadang fitrah menyimpang, namun syari’at tetap menunjukkan orisinalitas fitrah sebelum ia menyimpang. Dan kata al-baghyu berarti kezhaliman dan melanggar hak dan keadilan.
Tidak mungkin ada satu masyarakat bisa berdiri dengan diwarnai perbuatannya keji, mungkar, dan permusuhan. Tidak ada satu pun masyarakat yang sanggup eksis bila di dalamnya perbuatan keji, mungkar, dan permusuhan terjadi secara luas.
Setelah satu fase tertentu, fitrah manusia pasti menolak faktor-faktor yang destruktif ini, betapapun kuatnya ia, dan sekalipun para thaghut menggunakan berbagai cara untuk melindunginya. Sejarah umat manusia dipenuhi dengan aksi penolakan terhadap perbuatan keji, munkar, dan permusuhan. Tidak penting apakah telah ada perjanjian atau telah berdiri negera-negera yang mendukungnya untuk jangka waktu tertentu. Pemberontakan terhadapnya itu menjadi bukti bahwa ia merupakan unsur asing di luar struktur kehidupan, sehingga kehidupan itu menggeliat untuk menolaknya, sebagaimana makhluk hidup menggeliat untuk menolak benda asing yang masuk ke dalam tubuhnya. Perintah Allah untuk berlaku adil dan berbuat baik, serta larangan-Nya untuk berbuat keji, mungkar, dan permusuhan itu sejalan dengan fitrah yang bersih dan sehat, menguatkannya, dan mendorongnya untuk melawan atas nama Allah. Karena itu, perintah dan larangan itu diulas dengan penjelasan, “Dia memberi pengajaran kepadamu agar kamu dapat mengambil pelajaran.” (90) Ini adalah pengajaran untuk diingat-ingat seperti mengingat-ingat wahyu fitrah yang orisinil dan lurus.
“Dan tepatilah perjanjian dengan Allah apabila kamu berjanji dan janganlah kamu membatalkan sumpah-sumpah (mu) itu, sesudah meneguhkannya, sedang kamu telah menjadikan Allah sebagai saksimu (terhadap sumpah-sumpah itu). Sesungguhnya Allah mengetahui apa yang kamu perbuat..” (91)
Memenuhi janji Allah itu mencakup bai’at yang dilakukan umat Islam kepada Rasulullah saw, dan mencakup setiap perjanjian baik yang diperintahkan Allah. Memenuji janji menjamin terpeliharanya unsur kepercayaan dalam interaksi antar manusia. Tanpa kepercayaan ini suatu masyarakat tidak akan eksis, dan kemanusiaan tidak akan berdiri. Nash ini menggelitik rasa malu orang-orang yang saling berjanji untuk tidak melanggar sumpah setelah meneguhkannya, dan setelah mereka menjadikan Allah sebagai penjamin bagi mereka, menjadikan-Nya saksi atas janji mereka, dan menjadikan-Nya jaminan untuk memenuhi janji tersebut. Kemudian nash tersebut mengancam mereka secara intrinsik, “Sesungguhnya Allah mengetahui apa yang kamu perbuat..”


Kutipan di buku
Tafsir Fi Zhilalil Qur'an

Posted by Hasriadi Hasan at 23:12 0 comments  

Kepemimpinan Dalam Al-Qur

ِنَّ اللَّهَ يَأْمُرُكُمْ أَنْ تُؤَدُّوا الْأَمَانَاتِ إِلَى أَهْلِهَا وَإِذَا حَكَمْتُمْ بَيْنَ النَّاسِ أَنْ تَحْكُمُوا بِالْعَدْلِ إِنَّ اللَّهَ نِعِمَّا يَعِظُكُمْ بِهِ إِنَّ اللَّهَ كَانَ سَمِيعًا بَصِيرًا (58) يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آَمَنُوا أَطِيعُوا اللَّهَ وَأَطِيعُوا الرَّسُولَ وَأُولِي الْأَمْرِ مِنْكُمْ فَإِنْ تَنَازَعْتُمْ فِي شَيْءٍ فَرُدُّوهُ إِلَى اللَّهِ وَالرَّسُولِ إِنْ كُنْتُمْ تُؤْمِنُونَ بِاللَّهِ وَالْيَوْمِ الْآَخِرِ ذَلِكَ خَيْرٌ وَأَحْسَنُ تَأْوِيلًا (59)
“Sesungguhnya Allah menyuruh kamu menyampaikan amanat kepada yang berhak menerimanya, dan (menyuruh kamu) apabila menetapkan hukum di antara manusia supaya kamu menetapkan dengan adil. Sesungguhnya Allah memberi pengajaran yang sebaik-baiknya kepadamu. Sesungguhnya Allah adalah Maha Mendengar lagi Maha Melihat.” (QS. An-Nisa: 58-59)
Ini merupakan tema penting yang dikupas dalam pelajaran ini, selain penjelasan tentang tugas umat Islam di muka bumi. Tema tersebut adalah menetapkan prinsip-prinsip keadilan dan etika di atas dasar-dasar manhaj Allah yang lurus dan bersih.
Sebelumnya kami telah menjelaskannya secara global, maka mari kita memasuki nash-nash secara rinci.
“Sesungguhnya Allah menyuruh kamu menyampaikan amanat kepada yang berhak menerimanya, dan (menyuruh kamu) apabila menetapkan hukum di antara manusia supaya kamu menetapkan dengan adil. Sesungguhnya Allah memberi pengajaran yang sebaik-baiknya kepadamu. Sesungguhnya Allah adalah Maha Mendengar lagi Maha Melihat.” (an-Nisa: 58)
Inilah tugas-tugas komunitas muslim dan etika mereka: menyampaikan amanah kepada yang berhak dan memutuskan perkara di antara manusia dengan adil; sesuai manhaj dan instruksi Allah.
Berbagai amanah berawal dari amanah terbesar. Amanah yang disematkan Allah pada fitrah manusia. Langit, bumi dan gunung-gunung saja menolak amanah tersebt. Bahkan mereka gentar terhadapnya. Tetapi manusia berani memikulnya. Itulah amanah hidayah, ma’rifat dan iman kepada Allah atas dasar keinginan yang bebas, usaha dan orientasi. Inilah amanah fitrah insani secara khusus. Sedangkan segala sesuatu selain manusia itu diberi insting oleh Allah untuk beriman kepada-Nya, menemukan jalan-Nya, mengenal-Nya, beribadah dan menaati-Nya.
Allah meniscayaka untuk menaati aturan-Nya tanpa disertai jerih payah, tanpa ada maksud, kehendak, dan tujuan. Hanya manusia saja yang diserahi tugas untuk mendayagunakan fitrah, akal, pengetahuan, kehendak, orientasi, dan jerih payahnya untuk sampai kepada Allah, dan sudah barang tentu dengan bantuan dari Allah: “Dan orang-orang yang berjihad untuk (mencari keridaan) Kami, benar-benar akan Kami tunjukkan Kepada mereka jalan-jalan Kami.” (al-’Ankabut: 29) Inilah amanah yang dipikul manusia, dan inilah amanah pertama yang harus ditunaikannya.
Dari amanah terbesar inilah lahir seluruh amanah yang diperintahkan Allah untuk dilaksanakan. Di antara amanah-amanah tersebut adalah: amanah kesaksian terhadap agama ini. Kesaksian yang pertama adalah kesaksian dalam hati, dengan melakukan mujahadatun-nafs hingga mampu menerjemahkannya dalam kehidupan sehari-hari. Terjemah yang hidup dalam perasaan dan perilakunya, hingga manusia dapat melihat bentuk iman di dalam jiwa, lalu mereka mengatakan, “Betapa indah dan bersihnya iman ketika ia mewarnai jiwa seseorang dengan akhlak dan kesempurnaan seperti ini!” Dengan demikian, kesaksian terhadap agama di dalam diri itu memengaruhi orang lain.
Yang kedua adalah kesaksian dengan mengajak orang lain untuk mengikuti Islam, menjelaskan keutamaan dan keistimewaannya—setelah mengejawantahkan keutamaan dan keistimewaan ini dalam diri dai. Karena seorang mukmin tidak cukup menyampaikan kesaksian terhadap iman dalam dirinya, apabila ia tidak mengajak orang lain untuk mengikutinya. Ia belum menjalankan amanah dakwah, tabhligh, dan penyampaikan informasi, yang merupakan salah satu dari sekian banyak amanah. Di susul dengan kesaksian terhadap agama dengan berusaha menancapkannya di bumi sebagai manhaj bagi komunitas yang beriman dan manhaj bagi seluruh umat manusia. Yaitu usaha dengan segenap sarana yang dimiliki individu dan jama’ah. Karena mengaplikasikan manhaj ini dalam kehidupan manusia merupakan amanah terbesar, sesudah amanah iman itu sendiri..Tidak ada satu individu atau kelompok pun yang terbebas dari beban amanah ini. Dari sini, “jihad itu terus berlangsung hingga hari Kiamat”, untuk menunaikan salah satu amanah..
Di antara amanah-amanah tersebut adalah amanah interaksi dengan sesama manusia dan mengembalikan amanah kepada mereka: amanah mu’amalah dan titipan materi, amanah nasihat kepada pemimpin dan rakyat, amanah membangun generasi, amanah memelihara kehormatan dan harta benda jama’ah, serta hal-hal yang dijadikan manhaj robbani sebagai kewajiban dan tugas dalam setiap ruang kehidupan secara keseluruhan..Inilah amanah-amanah yang Allah perintahkan untuk dilaksanakan, dan dikemukakan nash secara global tersebut.
Mengenai memutuskan perkara di antara manusia dengan adil, nash menyebut keadilan yang menjangkau semua manusia, bukan keadilan di antara sesama orang Islam, dan bukan keadilan di antara sesama Ahli Kitab. Keadilan adalah hak setiap manusia dalam kapasitasnya sebagai “manusia”. Label “manusia” inilah yang mengimplikasikan hak keadilan dalam manhaj Robbani, dan label inilah yang mempertemukan semua manusia: baik mukmin atau kafir, kawan atau lawan, hitam atau putih, Arab atau non-Arab.
Umat Islam berdiri membuat keputusan di antara manusia dengan adil—ketika ia memegang otoritas atas urusan mereka. Keadilan inilah yang belum pernah dikenal umat manusia sama sekali—dalam bentuknya yang demikian—kecuali di tangan Islam, kecuali dalam pemerintahan umat Islam, dan kecuali pada masa kepemimpinan Islam. Keadilan ini hilang sebelum dan sesudah kepemimpinan tersebut. Umat manusia sama sekali tidak merasakan keadilan dalam bentuk mulia seperti ini, yang diberikan kepada semua manusia karena mereka adalah “manusia”, bukan karena label tambahan lain di luar label yang menjadi milik bersama umat manusia ini!
Itulah dasar pemerintahan dalam Islam. Sebagaimana amanah—dengan setiap indikasinya—merupakan dasar kehidupan dalam masyarakat Islami

Posted by Hasriadi Hasan at 23:05 0 comments  

Meneladani Hikmah dibalik Skertsa Kehidupan Rasul

Monday 29 June 2009

“Dan sesungguhnya telah datang kepada mereka bebrapa kisah yang di dalamnya terdapat beberapa cegahan (dari kekafiran). Itulah suatu hikmah yang sempurna, maka mengapa peringatan itu tidak bermanfaat.”(Al-Qamar: 4-5)

Siapa mengira bahwa Muhammad yang dilahirkan oleh seorang bunda tanpa ada lagi sang ayah disisinya, menjadi orang besar di tengah masyarakatnya. Di usia 5 tahun, ketegaran kembali harus dilakoninya, ibu yang dicintainya meninggal dalam perjalanan menuju makam ayahanda tercinta. Setelah wafat sang ibu, Muhammad kecil dipelihara oleh pengasuhnya yang dipercaya oleh ibunya, Halimatus Sa’diah, seorang ibu miskin di pelosok kampung yang memiliki dua anak lainnya. Ketika sang kakek menginginkan Muhammad agar kembali ke Mekkah, Muhammad pun kembali ke keluarganya di Mekkah bersama kakeknya Abdul Muthalib. Tak lama berselang, sang kakek pun meninggal dunia, kemudian Muhammad dibesarkan oleh Pamannya Abu Thalib. Ditengah keluarga miskin inilah, bersama 11 orang saudara sepupunya Muhammad mulai belajar hidup mandiri, untuk menemui jati dirinya sebagai seorang Harapan Baru Umat.
Begitulah penggalan kisah dari sketsa panjang kehidupan Muhammad SAW, Khatamul Anbiya’I wal Mursalin. Tidak ada yang istimewa dari jalan hidupnya, namun dia bisa memunculkan narasi-narasi besar dalam menjalani kehidupan. Tidak ada kemewahan yang ia temukan, namun ia bisa mengubah harapan kecilnya menjadi sebuah fakta kehidupan. Berawal dari ia dilahirkan, ditengah kejahiliyaan peradaban pada waktu itu, dan tanpa pernah menatap wajah dan merasakan sentuhan cinta seorang ayah, namun ia masih memilki harapan, masih ada seorang janda Aminah yang terkenal dengan kecerdasan dan keuletannya ditengah perempuan-perempuan mekkah, memberikan sentuhan kasih sayang kepada Muhammad kecil. Posisi ‘Single Parent’ yang disandang Aminah ternyata telah berhasil membentuk kepribadian Muhammad sebagai seorang yang tidak cengeng menghadapi kehidupan. Masa kecilnya dilalui dengan keceriaan serta rasa cinta dan kasih sayang dari semua orang yang menjumpainya.
Begitu juga setelah Nabi Muhammad dipelihara dan disusui oleh halimatus Sa’diah, beliau hidup dalam kedamaian dan keharmonisan kehidupan, dibesarkan ditengah perkampungan yang masih steril dari pengaruh kajahiliyaan masyarakat yang menganggap bahwa budaya jahiliyah mereka adalah sebuah peradaban yang maju. Dengan itu, maka terbentuklah mentalitas yang bersih pada dirinya, yang kemudian membuahkan hasil dalam wujud kejujurannya ditengah kehidupan bermasyarakat. Hal itu terus dibawanya sampai Muhammad yang beranjak remaja kembali ke kota Mekkah untuk menjalani kehidupan bersama kakeknya, sampai kita baca dalam literature sejarah bahwa Muhammad diberi gelar sebagai Al-Amin di tengah masyarakat kota Mekkah.
Ketika Nabi Muhammad telah bersama kakeknya di Mekkah, beliau mulai menunjukkan kecerdasannya. Kepercayaan orang yang berbuah diberikan gelar Al-Amin kepadanya ternyata tidak hanya cukup baginya untuk memulai perjalanan panjang dari kisah hidupnya untuk menerobos alam kejahiliyan seraya membawa cahaya yang siap menerangi orang di sekelilingnya. Muhammad mulai melakukan sosialisasi dengan masyarakat pada waktu itu. Setiap rapat antar qabilah maupun pertemuan internal qabilah dihadirinya untuk mengenali kehidupan sosial kota Mekkah waktu itu. Sang kakek, sebagai orang yang terpandang dalam suku Qurays pun tidak menyia-nyiakan kemauan dan kecerdasan sang cucu untuk memberikan pembelajaran politik dan sosiologis masyarakat. Muhammad Al-Amin senantiasa dijadikan kebanggaan bagi kakeknya terhadap pemuka masyarakat Qurays pada waktu itu, sehingga tak heran lagi, bahwa Muhamad remaja telah menjadi tokoh dan harapan masa depan Mekkah di kemudian hari.
Belum sempurna, pembelajaran kehidupan yang ditransfer sang kakek kepadanya, Kakek yang dicintainya itupun dipanggil oleh yang maha kuasa. Kemudian Muhammad Remaja hidup bersama pamannya. Sang paman pun tak mau menyia-menyiakan harapan yang telah lebih dahulu ditanam oleh Abdul Muthalib kepada Muhammad. Di tengah keterbatrasan kehidupannya, Abu Thalib berusaha agar Muhamnmad tetap menjadi apa yang diharapkan orang kepadanya, menjadi tokoh panutan dan inspirasi keteladanan ditengah masyarakat. Semua dimensi kehidupan diajarkan oleh sang paman kepada Muhammad, mulai dari mengembala ditengah padang pasir yang tandus di kota Mekkah samapai Beradagang ke seluruh penjuru negeri. Tidak hanya, dimensi kehidupan cultural yang ajarkan oleh pamannya, namun kehidupan spiritual dan intelektual pun tidak dilewatkan olehnya. Dua dimensi kehidupan inilah yang mulai membuka jalan Bagi Nabi Muhammad untuk mennemui jati dirinya sebagai pengemban amanah risalah kenabian yang beberapa abad lamnya tidak dirasakan oleh umat manusia yang kemudian mnjerumuskan mereka kepada pola kehidupan tanpa arah dan dipenuhi dengan nafsu dan syahwat dunia belaka.Begitulah sepenggal sketsa kehidupan penuh hikmah yang dilewati oleh Raslulullah dalam mengisi seper-empat bagian dari usia kehidupannya. Waktu yang tidak lama sebanarnya, namun ia berhasil melewatinya dengan membawa narasi-narasi besar untuk perubahan dan perbaikan yang besar pula. Ketegaran, Kesabaran, Kecerdasan, Keuletan, Ketajaman Insting, Kejujuran dan Kepedulian yang telah dilakoni sang Nabi telah berhasil mengantarkannya dalam menanam tonggak-tonggak dasar bangunan yang kokoh bernama Dienul Islam. Tidak hanya sampai disitu saja, Nabi Muhammad juga memiliki kecerdasan startegi dalam memabangun pola Managing People untuk membantu gerak dakwahnya di kemudian hari. Insyaallah kita akan lakukan kajian terhadapa pola Manajemen SDM tersebut dilain kesempatan. Mudah-mudahan kita bisa mengambil Hikmah.

Posted by Hasriadi Hasan at 23:46 0 comments  

Reformasi dan Mahasiswa

Setelah turunnya rezim orde baru 11 tahun yang lalu tepatnya tanggal 21 Mei 1998, Soeharto mengundurkan diri dari kursi kepresidenannya. Yang kemudian digantikan oleh wakilnya pada waktu itu B.j. Habiebie sebagai presiden RI. Semenjak itulah proses reformasi berawal sampai sekarang. Kebebasan beraktifitas dan mengemukakan pendapat kita rasakan.
11 tahun reformasi tidak bisa dilepaskan dari perjuangan mahasiswa. Ketika kita mendengar reformasi maka yang teringat dalam benak kita adalah mahasiswa. Maka tidak heran mahasiswa mendapat berbagai gelar seperti; ‘agent of change, ‘direct of change, ‘creative minority’, ‘calon pemimpin bangsa’, dan lain sebagainya. Berbagai perubahan besar dalam persimpangan sejarah menempatkan mahasiswa dalam posisi terhormat, sehingga mahasiswa menjadi harapan bangsa, harapan masyarakat, harapan egara, bahkan harapan dunia. Maka harapan-harapan dan berbagai gelar yang didapatkan mahasiswa jangan sampai “dikotori” hanya untuk mendapatkan keuntungan sesaat.
Mahasiswa sebagai pemuda terdidik merupakan warisan termahal bangsa ini. Dengan segala kepemudaanya, mahasiswa berada dalam puncak kekuatan manusia dalam berbagai aspek potensinya. Dalam buku “Risalah Pergerakan Mahasiswa” yang ditulis oleh Indra Kusumah membagi potensi mahasiswa menjadi empat bagian, yaitu:
Potensi Spiritual
Ketika meyakini sesuatu, seorang pemuda dan mahasiswa sejati akan memberi secara ikhlas tanpa mengharapkan pamrih. Mereka berjuang dengan sepenug hati dan jiwa.
Potensi Intelektual
seorang pemuda dan mahasiswa sejati berada dalam puncak kekuatan intelektualnya. Daya analisis yang kuat didukung dengan spesialisasi keilmuan yang dipelajari menjadikan kekritisan mereka berbasis intelektual karena didukung pisau analisis yang tajam.


Potensi Emosional
Keberanian dan semangat yang senantiasa membara dalam dada berjumpa dengan jiwa muda sang mahasiswa. Kemauan yang keras dan senantiasa menggelora dalam dirinya mampu menular ke dalam jiwa bangsanya. Maka jangan heran mereka pun seringkali menantang arus zaman dan mampu membelokkan arah sejarah sebuah bangsa.
Potensi Fisikal
Secara fisik pun mahasiswa berada dalam puncak kekuatan diantara dua kelemahan. Kelemahan ketikan bayi dan kelemahan ketika tua (pikun). Mahasiswa sejati terlepas dari dua kelemahan tersebut.
Perpaduan keempat potensi di atas yang sedang berada dalam puncak kekuatannya menjadikan mahasiswa dan gerakan yang dibangunnya senantiasa diperhitungkan dalam keputusan-keputasan besar sebuah bangsa. (dikutip dari buku “Risalah Pergerakan Mahasiswa” karya Indra Kusumah).
Dengan keempat potensi diatas, saya percaya mahasiswa mampu mengawal proses reformasi dalam sebuah negara demokrasi ini sampai terwujudnya kesejahteraan bangsa, walaupun reformasi yang kita rasakan saat ini masih jauh dari cita-cita dan harapan-harapan bangsa Indonesia.

Penulis adalah Anggota Aktif
Kesatuan Aksi Mahasiswa Muslim Indonesia
(KAMMI) Daerah Riau

Posted by Hasriadi Hasan at 23:37 0 comments  

Menuju Jamaatul Muslimin

Tuesday 16 June 2009

MENUJU JAMAATUL MUSLIMIN
(HUSSAIN BIN MUHAMMAD BIN ALI JABIR, MA)


Di dalam al mu’jam al wasith, jama’ah diartikan dengan “ Sejumlah besar manusia ”, atau “ sekelompok manusia yang berhimpun untuk mencapai tujuan yang sama. “. Jadi Jama’atul muslimin adalah jama’ah ahlul aqdi wal hilli apabila menyepakati seoramg khalifah umat, , dan umat pun mengikuti mereka. Atas landasan inilah kerangka dasar bagi jama’atul muslimin dibangun, sama seperti satu umat yang darinya lahir Majlis Syura, dan dari majlis ini kemudian terpelih seorang khilafah bagi kaum muslimin. Tidak ada bedanya, apabila jama’ah itu dimaksud sebagai masyarakat umum dari penganut islam, ataupun para penganut islam apabila bersepakat atas suatu perkara. Jamaatul muslimin mempunyai kedudukan yang mulia dan luhur dalam syari’at islam. Ia merupakan ikatan yang kokoh yang bila ia hancur akan hancur pula ikatan- ikatan islam lainya, pasif hukum- hukumnya, hilang syi’ar- syi’arnya, dan berpecah- belah umat seperti buih dilautan. Umar bin khattab berkata “ Wahai masyarakat arab, tidak ada islam kecuali dengan jama’ah, tidak ada jama’ah kecuali dengan kepemimpinan, dan tidak ada kepemimpinan kecuali dengan ketaatan “
Terdapat empat tujuan khusus jama’atul Muslimin, yaitu:
1. Pembentukan pribadi-pribadi Muslim (binaa’al-fard al-muslim)
2. Pembentukan rumah tangga Muslim (binaa’al-usrah-al-Muslimah)
3. Pembentukan masyarakat Muslim (binaa’al-mujtama’al-Muslim)
4. Penyatuan umat Muslim (Tauhid al-ummah al-Islamiyah)
Adapun tujuan umum Jama’atul Muslimin, yaitu :
1. Agar seluruh manusia mengabdi kepada Rabb Nya yang Maha Esa
2. Agar senantiasa memerintahkan yang ma’ruf dan mencegah dari yang mungkar
3. Agar menyampaikan dakwah Islam kepada segenap umat Manusia
4. Agar menghapuskan fitnah dari segenap muka bumi
5. Agar memerangi segenap umat Manusia sehingga mereka bersaksi dengan persaksian yang benar (Syahadatain)

Pemerintah islam secara umum dalam bentuk jamaatul muslimin tidak ada di dunia dewasa ini. Mewudkannya adalah Fardhu’ain bagi umat islam seluruhnya sampai ia tegak. Ia merupakan tuntutan zaman sehingga Negara tersebut tegak. Mengingat sebuah kaedah yang mengatakan sesuatu yang tidak akan sempurna suatu kewajiban kecuali dengannya, maka sesuatu itu menjadi wajib. Keruntuhan islam dengan ditandai dengan hilangnya system khalifah didunia islam menjadikn pukulan politik tersenduru terhadap muslimin. Dunia islam ibarat kebun yang penuh tanaman yang subur dan bunga- bunga indah tetapi tanpa pegar pelindung dan penjaga kebun yang bertanggung jawab. Kondisi ini sesuai dengan yang di isyaratkan Rasulullah saw “ kamu sekian akan dikerumuni (dijarah beramai- ramai) oleh umat- umat seperti halnya santapan dikerumuni orang- orang lapar. Karena kamu semua ibarat buih, jumlahnya banyak tetapi tidak memiliki kualitas. Kondisi politik dan peradaban pasca kejatuhan khalifah inilah yang menyababkan muslimin berada pada priode yang terpuruk. Sabda Rasulullah yang meceritakan perjalanan sejarah umat. Pertama, priode Nubuwah (Masa Rasulullah), Kedua, priode Khilafah atas Manhaj Nubuwah, yaitu masa Khulafaur Rasyidin yang berlangsung kira- kira 30 thun. Ketiga, priode Mulkam ‘Adhon (Para Raja atau Penguasa zalim, meski system pemerintahanya secara formal berlandasan islam). Ke-Empat priode Mulkam Jabarriyah ( para raja- raja yang sekuler), terakhir kembali keawal islam (Khilafah ‘ala Manhaj Nubuwah ) tetapi bukan masa kenabian karena kenabian telah berakhir.
Kemerosotan peranan politik dan peradaban islam tidaklah menyebabkan hilangnya system ajaran islam sebagai suatu sistem nilai (velue system) yang telah merusak pada kalbu muslimin, dan bahkan memberikan rembesan tumbuhnya emberio peradaban barat modern. Banyak warisan kebudayaan islam yang diambil alih dan diklaim sebagai milik barat. Sebagai system ajaran, islam tetap menjadi alternative satu- satunya bagi manusia yang ingin selamat dunia maupun akhirat. Islam juga akan tetap menjadi satu- satunya alternative peradaban modern manusia, pada hari ini dan hari depan. Keoptimisan dikalangan umat islam tentang kebangkitan islam, bukanlah optimisme tanpa alasan, potensi syari’ah islam itu sendiri sebagai warisan kemanusiaan yang diberikan oleh Allah swt. Tidak ada satu agama pun di dunia ini yang masih terpelihara orisinalitasnya (Asholah) kecuali islam. Potensi penduduk muslim yang berjumlah kurang lebih satu seperempat milyar jiwa. Potensi sumber- sumber kekayaan yang melimpah di negeri- negeri muslim. Potensi warisan sejarah islam pada masa lampau telah berjaya memegang kendali peradaban 7 abad lebih.

Dalam Bagian kedua, ath-Thariq ila Jama’atul Muslimin (Jalan Menuju Jama’atul Muslimin). Diawali dengan bahasan mengenai al-ahkam al-Islamiyah (Hukum-hukum Islam). Ajaran Islam bersifat syamil-kamil-mutakamil (menyeluruh, sempurna, dan saling menyempurnakan). Sedangkan Muslim memiliki al-qudrah al-juz’iyyah al-mahdudah (kemampuan sektoral dan terbatas). Harus ada suatu upaya ‘amal jama’i agar kesempurnaan Islam dapat terealisasi dalam kehidupan kolektif kaum Muslimin. Sedangkan kehidupan amal jama’i tidak akan mungkin terwujudkan dengan sempurna kecuali setelah terbentuknya sebuah tatanan dakwah yang memadai. Bahasan selanjutnya, masih pada bagian kedua dengan menguraikan ‘Langkah Pertama Rasulullah saw dalam Membina Jamaah’. Kemudian membahas Rambu-rambu dari sirah Nabi dalam Menegakkan Jama’ah yang berisi enam karakteristik pokok sebuah jamaah antara lain:
1. Nasyr mabaadi’ ad-da’wah (menyebarkan prinsip-prinsip dakwah)
2. At-takwin ‘alaa ad-da’wah (Pembentukan Dakwah)
3. Al-mujabahah al-Musallahah (konfrontasi bersenjata)
4. Al-sirriyah fi binaa’al-jama’ah (sirriyah dalam membina jama’ah)
5. Ash-shabru’ala al-adza (bersabar atas gangguan musuh)
6. Al-Ib’aad ‘an saahah al-ma’rakah (menghindari medan pertempuran)
Kemudian bagian dua ditutup dengan membahas Tabi’at Jalan Menuju Jama’atul Muslim. Di dalam bahasan ketiga, penulis membahas bab berjudul al-jama’ah al-Islamiyah al-‘Amilah fii Haql ad-Da’wah al-Islamiyyah (beberapa Jamaah Islam di Medan Dakwah). Penulis mengawali pembahasan dengan kondisi ‘Amal Islami setelah Jatuhnya Khilafah Utsmaniyah . Penulis mengambil empat Jamaah sebagai sampel pembahasan. Masing-masing mewakili kecenderungan berbeda. Pertama, Jamaah Anshor as-Sunnah al-Muhammadiyah, berdiri dan berkembang di Mesir. Mewakili gerakan dakwah yang berorientasi pada seruan sosial dan ilmu pengetahuan (ijtimaiyyah wa ats-tsaqofah). Sering pula di sebut jamaah Salafi. Kedua, Jamaah Tabligh, lahir di India. Jamaah ini berorientasi pada seruan sufiyyah. Ketiga, Jama’ah Hizb at-Tahrir yang lahir dan bermula di Yordania. Jamaah ini berorientasi pada seruan Politik (as-siyasi). Keempat, Jamaah al-Ikhwan al-Muslimin, didirikan di Mesir. Jamaah ini memiliki karakteristik Syamil (Menyeluruh). Tidak hanya aspek sosial dan ilmu pengetahuan semata, melainkan aspek sufiyyah dan aspek siasiyyah, bahkan juga meliputi aspek harakiyyah dan jihadiyyah (pergerakan dan Jihad).
MENUJU JAMAATUL MUSLIMIN
(HUSSAIN BIN MUHAMMAD BIN ALI JABIR, MA)


Di dalam al mu’jam al wasith, jama’ah diartikan dengan “ Sejumlah besar manusia ”, atau “ sekelompok manusia yang berhimpun untuk mencapai tujuan yang sama. “. Jadi Jama’atul muslimin adalah jama’ah ahlul aqdi wal hilli apabila menyepakati seoramg khalifah umat, , dan umat pun mengikuti mereka. Atas landasan inilah kerangka dasar bagi jama’atul muslimin dibangun, sama seperti satu umat yang darinya lahir Majlis Syura, dan dari majlis ini kemudian terpelih seorang khilafah bagi kaum muslimin. Tidak ada bedanya, apabila jama’ah itu dimaksud sebagai masyarakat umum dari penganut islam, ataupun para penganut islam apabila bersepakat atas suatu perkara. Jamaatul muslimin mempunyai kedudukan yang mulia dan luhur dalam syari’at islam. Ia merupakan ikatan yang kokoh yang bila ia hancur akan hancur pula ikatan- ikatan islam lainya, pasif hukum- hukumnya, hilang syi’ar- syi’arnya, dan berpecah- belah umat seperti buih dilautan. Umar bin khattab berkata “ Wahai masyarakat arab, tidak ada islam kecuali dengan jama’ah, tidak ada jama’ah kecuali dengan kepemimpinan, dan tidak ada kepemimpinan kecuali dengan ketaatan “
Terdapat empat tujuan khusus jama’atul Muslimin, yaitu:
1. Pembentukan pribadi-pribadi Muslim (binaa’al-fard al-muslim)
2. Pembentukan rumah tangga Muslim (binaa’al-usrah-al-Muslimah)
3. Pembentukan masyarakat Muslim (binaa’al-mujtama’al-Muslim)
4. Penyatuan umat Muslim (Tauhid al-ummah al-Islamiyah)
Adapun tujuan umum Jama’atul Muslimin, yaitu :
1. Agar seluruh manusia mengabdi kepada Rabb Nya yang Maha Esa
2. Agar senantiasa memerintahkan yang ma’ruf dan mencegah dari yang mungkar
3. Agar menyampaikan dakwah Islam kepada segenap umat Manusia
4. Agar menghapuskan fitnah dari segenap muka bumi
5. Agar memerangi segenap umat Manusia sehingga mereka bersaksi dengan persaksian yang benar (Syahadatain)

Pemerintah islam secara umum dalam bentuk jamaatul muslimin tidak ada di dunia dewasa ini. Mewudkannya adalah Fardhu’ain bagi umat islam seluruhnya sampai ia tegak. Ia merupakan tuntutan zaman sehingga Negara tersebut tegak. Mengingat sebuah kaedah yang mengatakan sesuatu yang tidak akan sempurna suatu kewajiban kecuali dengannya, maka sesuatu itu menjadi wajib. Keruntuhan islam dengan ditandai dengan hilangnya system khalifah didunia islam menjadikn pukulan politik tersenduru terhadap muslimin. Dunia islam ibarat kebun yang penuh tanaman yang subur dan bunga- bunga indah tetapi tanpa pegar pelindung dan penjaga kebun yang bertanggung jawab. Kondisi ini sesuai dengan yang di isyaratkan Rasulullah saw “ kamu sekian akan dikerumuni (dijarah beramai- ramai) oleh umat- umat seperti halnya santapan dikerumuni orang- orang lapar. Karena kamu semua ibarat buih, jumlahnya banyak tetapi tidak memiliki kualitas. Kondisi politik dan peradaban pasca kejatuhan khalifah inilah yang menyababkan muslimin berada pada priode yang terpuruk. Sabda Rasulullah yang meceritakan perjalanan sejarah umat. Pertama, priode Nubuwah (Masa Rasulullah), Kedua, priode Khilafah atas Manhaj Nubuwah, yaitu masa Khulafaur Rasyidin yang berlangsung kira- kira 30 thun. Ketiga, priode Mulkam ‘Adhon (Para Raja atau Penguasa zalim, meski system pemerintahanya secara formal berlandasan islam). Ke-Empat priode Mulkam Jabarriyah ( para raja- raja yang sekuler), terakhir kembali keawal islam (Khilafah ‘ala Manhaj Nubuwah ) tetapi bukan masa kenabian karena kenabian telah berakhir.
Kemerosotan peranan politik dan peradaban islam tidaklah menyebabkan hilangnya system ajaran islam sebagai suatu sistem nilai (velue system) yang telah merusak pada kalbu muslimin, dan bahkan memberikan rembesan tumbuhnya emberio peradaban barat modern. Banyak warisan kebudayaan islam yang diambil alih dan diklaim sebagai milik barat. Sebagai system ajaran, islam tetap menjadi alternative satu- satunya bagi manusia yang ingin selamat dunia maupun akhirat. Islam juga akan tetap menjadi satu- satunya alternative peradaban modern manusia, pada hari ini dan hari depan. Keoptimisan dikalangan umat islam tentang kebangkitan islam, bukanlah optimisme tanpa alasan, potensi syari’ah islam itu sendiri sebagai warisan kemanusiaan yang diberikan oleh Allah swt. Tidak ada satu agama pun di dunia ini yang masih terpelihara orisinalitasnya (Asholah) kecuali islam. Potensi penduduk muslim yang berjumlah kurang lebih satu seperempat milyar jiwa. Potensi sumber- sumber kekayaan yang melimpah di negeri- negeri muslim. Potensi warisan sejarah islam pada masa lampau telah berjaya memegang kendali peradaban 7 abad lebih.

Dalam Bagian kedua, ath-Thariq ila Jama’atul Muslimin (Jalan Menuju Jama’atul Muslimin). Diawali dengan bahasan mengenai al-ahkam al-Islamiyah (Hukum-hukum Islam). Ajaran Islam bersifat syamil-kamil-mutakamil (menyeluruh, sempurna, dan saling menyempurnakan). Sedangkan Muslim memiliki al-qudrah al-juz’iyyah al-mahdudah (kemampuan sektoral dan terbatas). Harus ada suatu upaya ‘amal jama’i agar kesempurnaan Islam dapat terealisasi dalam kehidupan kolektif kaum Muslimin. Sedangkan kehidupan amal jama’i tidak akan mungkin terwujudkan dengan sempurna kecuali setelah terbentuknya sebuah tatanan dakwah yang memadai. Bahasan selanjutnya, masih pada bagian kedua dengan menguraikan ‘Langkah Pertama Rasulullah saw dalam Membina Jamaah’. Kemudian membahas Rambu-rambu dari sirah Nabi dalam Menegakkan Jama’ah yang berisi enam karakteristik pokok sebuah jamaah antara lain:
1. Nasyr mabaadi’ ad-da’wah (menyebarkan prinsip-prinsip dakwah)
2. At-takwin ‘alaa ad-da’wah (Pembentukan Dakwah)
3. Al-mujabahah al-Musallahah (konfrontasi bersenjata)
4. Al-sirriyah fi binaa’al-jama’ah (sirriyah dalam membina jama’ah)
5. Ash-shabru’ala al-adza (bersabar atas gangguan musuh)
6. Al-Ib’aad ‘an saahah al-ma’rakah (menghindari medan pertempuran)
Kemudian bagian dua ditutup dengan membahas Tabi’at Jalan Menuju Jama’atul Muslim. Di dalam bahasan ketiga, penulis membahas bab berjudul al-jama’ah al-Islamiyah al-‘Amilah fii Haql ad-Da’wah al-Islamiyyah (beberapa Jamaah Islam di Medan Dakwah). Penulis mengawali pembahasan dengan kondisi ‘Amal Islami setelah Jatuhnya Khilafah Utsmaniyah . Penulis mengambil empat Jamaah sebagai sampel pembahasan. Masing-masing mewakili kecenderungan berbeda. Pertama, Jamaah Anshor as-Sunnah al-Muhammadiyah, berdiri dan berkembang di Mesir. Mewakili gerakan dakwah yang berorientasi pada seruan sosial dan ilmu pengetahuan (ijtimaiyyah wa ats-tsaqofah). Sering pula di sebut jamaah Salafi. Kedua, Jamaah Tabligh, lahir di India. Jamaah ini berorientasi pada seruan sufiyyah. Ketiga, Jama’ah Hizb at-Tahrir yang lahir dan bermula di Yordania. Jamaah ini berorientasi pada seruan Politik (as-siyasi). Keempat, Jamaah al-Ikhwan al-Muslimin, didirikan di Mesir. Jamaah ini memiliki karakteristik Syamil (Menyeluruh). Tidak hanya aspek sosial dan ilmu pengetahuan semata, melainkan aspek sufiyyah dan aspek siasiyyah, bahkan juga meliputi aspek harakiyyah dan jihadiyyah (pergerakan dan Jihad).

Posted by Hasriadi Hasan at 01:14 0 comments